Langsung ke konten utama

HAK GURU DALAM MEMPEROLEH TUNJANGAN KESEJAHTERAAN
(oleh SUMARLIN ZBU)


17.06.2019
Peralihan kewenangan dalam mengelola SLTA negeri atau sederajat yang awalnya berada dibawah Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menyisakan banyak masalah. Masalah yang timbul diantaranya adalah pengurusan administrasi kepegawaian yang lambat karena rentan kendali yang cukup jauh (sebelumnya cukup di ibukota kabupaten dan beralih ke ibu kota provinsi) keterbatasan personil  di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Provinsi dalam melayani kebutuhan admnistrasi sekolah, pengurusan keikutsertaan anak didik dalam  lomba yang diselenggarakan baik ditingkat provinsi, nasional dan internasional hingga masalah kesenjangan kesejahteraan antara Guru PNS yang bersertifikasi dengan yang tidak bersertifikasi serta pegawai Tata Usaha Sekolah dan PNS Daerah non guru.
baca juga Pemberhentian PNS yang berlaku surut  

Dibeberapa daerah sebelum adanya pengalihan status Guru SLTA/sederajat dari Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi Guru PNS Daerah SLTA/Sederajat yang belum bersertifikasi selain menerima  gaji dan tambahan penghasilan sebesar Rp. 250.000/bulan juga menerima tambahan penghasilan dari Pemerintah Kabupaten/Kota dengan jumlah yang variatif mengikuti kemampuan daerah berkisar antara Rp. 500.000 s/d 1.500.000/bulan.
Selain itu untuk pegawai Tata Usaha Sekolah menerima Tunjangan Kesejahteraan Daerah (TKD) yang jumlahnya berkisar kurang lebih sama dengan tunjangan yang diterima oleh Guru PNS Daerah.
Namun sejak kewenangan beralih dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi maka otomatis segala kebijakan berubah mengikuti kebijakan Pemerintah Provinsi termasuk kebijakan pemberian tunjangan kepada para Guru.
Adapun masalah yang muncul dibeberapa daerah terkait dengan kesejahteraan para guru diantaranya adalah :
1.      Sejak peralihan Guru PNS Daerah SLTA/Sederajat dari Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi tunjangan daerah yang diterima sudah tidak berlaku lagi.
2.      Bahwa dasar yang menjadi alasan penghapusan tunjangan daerah mengacu pada ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus dan Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Pasal 20 ayat (1) :
Guru PNSD yang terbukti menerima Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus, dan/atau Tambahan Penghasilan Guru yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri ini wajib mengembalikan tunjangan dan/atau Tambahan Penghasilan yang telah diterimanya.
3.      Perbedaan nilai Tunjangan Kesejahteraan Daerah antara Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Provinsi yang cukup besar memunculkan kecemburuan antara Guru dan Pegawai Tata Usaha Sekolah. Tunjangan Kesejahteraan Daerah, Tunjangan Kinerja atau apapun namanya pada tingkat Pemerintah Provinsi nilainya bervariasi antara Rp. 3.00.000 hingga belasan juta dan hak tersebut diperoleh pegawai Tatau Usaha Sekolah, sementara Guru yang bersertifikasi hanya berhak atas tunjangan profesi dan guru yang tidak bersertifikasi hanya berhak atas tunjangan tambahan penghasilan sebesar Rp. 250.000/bulan. Akibatnya kesenjangan penghasilan antara guru non sertifikasi dengan Pegawai Tata Usaha dan PNS non Guru terlampau besar, sedangkan penghasilan guru yang bersertifikasi dibandingkan dengan penghasilan yang didapat oleh Pegawai Tata Usaha dan PNS non Guru kurang lebih sama atau bahkan lebih kecil jika didaerah tersebut memberlakukan TUKIN yang nilainya dapat mencapai 3 x gaji pokok atau bahkan lebih, sehingga keistimewaan “bersertifikasi” menjadi tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan PNS Tata Usaha Sekolah dan PNS non Guru.

Baca juga Izin Cerai Aparatur Sipil Negara

Selanjutnya terkait dengan keengganan beberapa daerah dalam memberikan tunjangan lain kepada Guru dengan berdasar pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus dan Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah, maka telah terjadi penafsiran yang keliru dalam memaknai pasal tersebut, ketentuan tersebut diatas bukanlah melarang Guru PNS Daerah baik yang bersertifikasi maupun tidak bersertifikasi untuk menerima tunjangan penghasilan lain yang diberikan Pemerintah Daerah kepada Guru PNSD baik dalam bentuk Kesejahteraan Pegawai (Kespeg), Tunjangan Kesejahteraan Daerah (TKD), Tunjangan Kinerja (TUKIN) dan/atau sejenisnya, namun ketentuan tersebut hanya mengatur bahwa apabila terdapat pelanggaran atas penerimaan Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus dan/atau Tunjangan Tambahan Penghasilan Guru yang diatur dalam Permendikbud dimaksud maka Guru PNS Daerah wajib mengembalikan tunjangan dan/atau Tambahan Penghasilan yang telah diterimanya.
Dengan demikian maka jika terdapat kebijakan daerah terkait dengan adanya tambahan penghasilan kepada Guru PNSD dalam bentuk Kesejahteraan Pegawai (Kespeg), Tunjangan Kesejahteraan Daerah (TKD), Tunjangan Kinerja (TUKIN) dan/atau sejenisnya bukanlah merupakan obyek hokumyang dimaksud sebagaiamana diatur dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus dan Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah.

baca juga Gerbang Mas Ika SKMA Kalbar
https://jendelahukum79.blogspot.com/2019/03/gerbang-mas-ika-skma-kalbar.html?m=1
Jika Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus dan Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah ditafsirkan bahwa Guru PNSD tidak berhak atas tunjangan lain selain yang diatur dalam pasal tersebut adalah tindakan diskriminasi dan melanggar asas keadilan dan kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf l dan huruf m Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Guru baik PNS Daerah maupun PNS Pusat adalah bagian dari ASN yang hak dan kewajibannya tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. ASN non guru pada beberapa Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah terlah memberlakukan TUKIN yang memungkinkan ASN non Guru memperoleh penghasilan 3 – 5 kali dari gaji pokok yang diterimanya. Pembatasan Guru bersertifikasi dan belum bersertifikasi atas Tunjangan lain yang diperoleh ASN selain Guru tentulah merupakan sebuah tindakan diskriminasi nyata terhadap profesi Guru itu sendiri.
Hal lain yang harus diperhatikan terkait Pemberian Tunjangan selain yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus dan Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah seharusnya tidak membedakan antara Guru yang bersertifikasi dengan yang belum bersertifikasi.
Baca juga Senja di Akang Cave
Jika dalam satu Kementerian/Lembaga/Daerah memberikan tunjangan lain kepada Guru yang belum bersertifikasi maka tunjangan lain tersebut juga wajib diberikan kepada Guru yang bersertifikasi. Guru yang bersertifikasi adalah bentuk pengakuan Negara atas ke professional yang dimiliki oleh personal Guru sehingga layak mendapatkan penghargaan dalam bentuk tunjangan profesi. Hak atas tunjangan profesi bagi guru yang bersertifikasi tidak menghilangkan hak lain yang didapatkan oleh Guru yang belum bersertifikat.
Jika terdapat Daerah yang mengeluarkan kebijakan memberikan tunjangan lain kepada Guru non sertifikasi dan tidak berlaku bagi Guru bersertifikasi dengan dalih bahwa guru bersertifikasi sudah menerima tunjangan profesi maka kebijakan tersebut lebih bersifat kompromi dan tidak berdasar pada nilai keadilan dan kesetaraan.

Baca juga 
Tak Mampu bayar hutang, dapatkah di Pidana
https://jendelahukum79.blogspot.com/2019/03/tak-mampu-bayar-hutang-dapatkah-dipidana.html?m=1

Aturan yang belum ada ketentuannya, dapatkah dilaksanakan

https://jendelahukum79.blogspot.com/2019/05/aturan-yang-belum-ada-ketentuan.html?m=1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lowongan Kerja RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Lowongan Kerja RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta - Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito adalah rumah sakit umum yang terletak di Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai rumah sakit terbesar di Kota Jogja, RSUP Dr. Sardjito berusaha mengembangkan diri menjadi rumah sakit bertaraf internasional agar mampu menangani permasalahan kesehatan dengan lebih baik. Untuk meningkatkan kinerja serta mewujudkan visi misi nya, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta kembali membuka Lowongan Kerja kesempatan kepada putra putri Indonesia untuk bergabung menjadi bagian dari  RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta  yaitu melalui : Rekrutmen Loker Terbaru RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta  sebagai berikut : Untuk mencapai visi kemenkes yaitu menjadi kelompok bisnis terkemuka di Indonesia yang memberikan pelayanan terbaik kepada stakeholder-nya,  Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta  sedang mencari pemuda - pemudi terbaik...

INFO SMA/SMK Loker PT. Hong Xhe Industrial Cikarang News Via Pos 2018

Loker PT. Hong Xhe Industrial Cikarang Lowongan Kerja driver/supir Info News Lowongan Via Pos, Info Lowongan Kerja SMA/SMK Loker Terbaru Hari Ini Lowongan Kerja Pabrik Informasi Lowongan Pekerjaan di Driver/Supir PT. Hong Xhe Industrial.PT. Hong Xhe Industrial berdiri pada tahun 2011 bergerak di bidang jasa konstruksi ( General Conttractor ). PT. Hong Xhe Industrial berlokasi di Lippo Cikarang

NDX A.K.A - Sengit

Intro : C Am F G  C                    Am Janji….neng nyatane endi           F                G mbendino aku….mong tok apusi..    C                      Am pisan pindho….isih tak apurani            F                 G ning yo ngopo….isih mbok baleni..   C                    Am Omonganmu….ra iso di gugu           F                   G janji setiamu….kabeh mung palsu..    C                   Am