KEPALA DESA DIPIDANA 1 (SATU) TAHUN PENJARA, DAPATKAH DIBERHENTIKAN ???
(Oleh : Sumarlin ZBU)
8 Juli 2019
Belum lama ini saya terlibat dalam suatu diskusi tentang nasib Kepala Desa yang melakukan tindak Pidana dan telah memiliki keputusan incracht dari Pengadilan setempat dengan putusan pidana selama 1 (satu) tahun penjara. Yang menjadi topik pembicaraan adalah terkait adanya perbedaan dan keraguan dalam menafsirkan ketentuan yang mengatur tentang Pemberhentian Kepala Desa sebagaiamana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Desa
Ketentuan yang menjadi dasar timbulnya perbedaan dan keraguan dalam memberhentikan Kepala Desa yang telah dijatuhi hukuman pidana adalah sebagaiamana diatur dalam Pasal 41, Pasal 42 dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pasal 41 menyatakan :
“Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan”.
Pasal 42 menyatakan :
Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
Pasal 43 menyatakan :
” Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 diberhentikan oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Baca juga :
Tata Naskah Dinas (Teknik membuat surat yang baik dan benar)
Menggugat Pasal 99 UU Nomor 32 Tahun 2009 ttg PPLH
Ijin cerai ASN
Dalam Hukum Positif Indonesia tidak banyak Undang-Undang yang mengatur tentang ancaman minimal dalam ketentuan pidananya, pengaturan tersebut hanya dapat ditemui dalam beberapa kasus pidana yang dianggap spesifik dan mengandung extra ordinary crime seperti pada Kejahatan Lingkungan Hidup, Kejahatan Pada Anak, Psikotropika dan Narkotika, Terorisme, Korupsi dan lainnya. Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah bagaiamana jika seorang oknum Kepala Desa melakukan sebuah perbuatan pidana yang ancaman pidananya dibawah 5 (lima) tahun dan diluar dari perbuatan kejahatan tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara. Misalnya perbuatan mencuri, penganiayaan, pencemaran nama baik dan/atau lainnya.
Untuk memahami suatu peraturan perundangan maka hal yang harus dilakukan adalah mengumpulkan seluruh bahan yang menjadi pijakan yuridis terkait dengan suatu permasalahan guna memudahkan kita dalam menafsirkan suatu ketentuan yang akan dijadikan dasar dalam mengambil suatu keputusan dan kebijakan. Tidak hanya itu, kita juga harus mampu menangkap makna substansi dengan menggali aspek filosofi dan aspek sosilogi yang melatarbalakangi lahirnya Undang-Undang tersebut.
Pada kasus yang dibahas tersebut diatas, oknum Kepala Desa telah dijatuhi pidana selama 1 (satu) tahun penjara atas perbuatan penganiayaan ringan dengan ancaman pidana maksimal 2 (dua) tahun, maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tidak Terpenuhi.
Mari kita simak lagi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 41 :
“ Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahunberdasarkan register perkara di pengadilan”.
Jika kita perhatikan kata yang bergaris bawah maka haruslah kita pahami bahwa ketentuan Pasal 41 hanyalah mengatur tentang pemberhentian sementara Kepala Desa yang melakukan dugaan tindak pidana yang diancam minimal 5 (lima) tahun penjara dan bukan membahas tentang syarat yang harus dipenuhi untuk memberhentkan seorang Kepala Desa secara defenitif.
Katentuan tersebut memberikan batasan kepada Kepala Daerah bahwa jika seorang Kepala Desa yang melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya dibawah 5(lima) tahun tidak perlu diberhentikan sementara, Kepala Desa tersebut tetap pada jabatannya dan berhak menerima penghasilan seperti biasa sampai ada keputusan incracht dari Pengadilan yang memutuskan bahwa yang bersangkutan terbukti bersalah.
Selanjutnya jika telah memiliki keputusan incracht dari Pengadilan yang memutuskan bahwa yang bersangkutan terbukti bersalah, Kepala Daerah memberhentikan secara defenitip sesuai dengan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Alasan yuridis mengapa seorang Kepala Desa tidak perlu diberhentikan sementara jika ancaman pidana penjara dibawah 5 (lima) tahun karena hal tersebut merujuk pada ketentuan Pasal 21 ayat (4) huruf a dan huruf b Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan apabila ancaman pidananya minimal 5 (lima) tahun atau lebih
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa jika ancaman pidana dibawah 5 (lima) tahun maka Kepala Desa tidak ditahan dan masih dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan catatan dugaan tindak pidananya tidak termasuk katagori sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Selanjutnya ketetuan yang mengatur tentang pemberhentian kepala desa secara devenitife diatur sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan sebagai berikut :
Pasal 40 ayat (1) menyatakan :
Kepala Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
Pasal 40 ayat (2) menyatakan :
Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Kepala Desa; atau
d. melanggar larangan sebagai Kepala Desa.
Bahwa yang dimaksud dengan ketentuna Pasal 1 ayat (2) huruf c adalah sebagaimana diuraikan dalam Pasal 33 huruf h yang menyatakan bahwa Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan yang diantaranya tidak sedang dalam menjalani hukuman pidan penjara atau ketentuan lain yang diatur oleh Peraturan Daerah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas berdasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (2) huruf c junto Pasal 33 huruf h maka dapat ditarik suatau kesimpulan yang redaksinya menjadi Kalimat Utuh Sebagai Berikut :
Kepala Desa diberhentikan dari jabatannya karena sedang menjalani hukuman pidana penjara.
Baca juga
Senja di akang cave
Limbah sawit untuk pangan dan energi
Berhubung yang bersangkutan telah di jatuhi hukuman pidana penjara selama 1 (satu) tahun walau dengan ancaman pidana penjara maksimal 2 (dua ) Tahun maka berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf c dan Pasal 33, Kepala Desa bersangkutan Wajib untuk diberhentikan.
Selanjutnya jika proses pemberhentian Kepala Desa mengacu pada ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf g Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Nomor 66 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Desa yang menyatakan Kepala Desa diberhentikan jika ancaman pidana minimal (5) tahun, maka yang menjadi persoalan adalah bagaimana jika Kepala Desa bersangkutan diancam dengan pidana 4 (Empat) tahun penjara dan divonsi 4 (Empat) tahun penjara, apakah status Kepala Desa tersebut akan tetap dipertahankan ? dengan demikian makna substansi dari ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah Kepala Desa wajib diberhentikan sementara jika ancaman Pidana minimal (5) tahun karena Kepala Desa tersebut dapat ditahan sehingga perlu diberhentikan sementara, dan disisi lain jika seorang Kepala Desa telah mendapat vonis pidana penjara maka berlaku ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf c jo Pasal 33 huruf h Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa Kepala Desa wajib diberhentikan jika sedang menjalani hukuman pidana penjara.
Alasan lain perlunya Kepala Desa diberhentikan apabila telah menyandang status sebagai TERPIDANA akan berdampak pada kewibawaan aparatur dak kebijakan desa itu sendiri apalagi Kepala Desa bersangkutan diangkat berdasarkan hasil pemilihan warga yang dalam proses pemilihannya terdapat pro dan kontra. Status TERPIDANA akan menimbulkan resistensi dalam menjalankan roda pemerintahan desa terkait dengan kepercayaan di kalangan warganya sendiri.
Adapun ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf b dan huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tidak dibahas karena berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Desa menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “ tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan” adalah diakibatkan sakit yang disertai dengan surat keterangan dokter dan berdasarkan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dimaksud dengan melanggar larangan sebagai Kepala Desa haruslah melalui proses teguran administrasi.
Perdebatan dan perbedaan penafsiran yang masih muncul adalah terkait pernyataan ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf c
“tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Kepala Desa”
Yang berpendapat tidak perlu diberhentikan mendalilkan bahwa bukankah yang bersangkutan telah menjadi Kepala Desa, mengapa harus kembali kepada ketentuan Pasal 33 yang mengatur tentang syarat calon Kepala Desa.
Ikuti kajian hukum lainnya di
Menjawab hal itu kami berpendapat bahwa dalil tersebut sah saja, namun permasalahannya adalah klausul yang terdapat dalam ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf c menyatakan demikian, dan pada bagian penjelasan menyatakan “ cukup jelas” sehingga haruslah dipahami sesuai dengan redaksinya dan tidak memerlukan penafsiran lain. Ketidakpuasan atas klausul tersebut dapat ditempuh melalui mekanisme dengan melakukan Judisial Reveiuw di Mahkamah Konstitusi.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Label
Administrasi
Label:
Administrasi
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar