REGULASI DAERAH DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KARHUTLA UNTUK MENUNJANG EFEKTIFITAS PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
(Oleh Sumarlin ZBU)
12 Agustus 2019
Tidak lama lagi kita akan memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74, kemeriahannya sudah mulai tampak, bendera dan umbul-umbul mengiasi dihampir setiap sudut kota, mulai dari jalan utama, hingga ke gang-gang, pemerintah,dunia usaha dan masyarakat menyambutnya dengan suka cita, panitia kegiatan dibentuk mulai dari tingkat RT hingga tingkat Provinsi meliputi, jalan sehat, senam massal, donor darah, panjat pinang, lari karung, gaplek, dan hiburan rakyat lainnya.
Seiring dengan itu, khusus di Kalimantan Barat dan beberapa Daerah lainnya juga merayakan Ulang Tahun yang tidak kalah hebohnya. Ulang tahun yang tiada bertanggal, ulang tahun yang bisa dirayakan berkali-kali dalam setahun dan bahkan tiada hari H-nya, bisa jadi hari Hnya seminggu, 2 minggu tergantung kemurahan alam atas seijin yang Kuasa menghentikannya. Ulang Tahun yang tidak tercantum dalam Kalender versi manapun. Yaitu “Ulang Tahun KABUT ASAP”
Dampak Kabut Asap akibat kebakaran hutan dan lahan sangatlah besar, sebagai gambaran untuk areal 100 ha bergambut dengan vegetasi tanaman sawit ± 3 (tiga) tahun yang terbakar, berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Laboratorium Kebakaran Hutan Lahan, Insitut Pertanian Bogor mengakibatkan kerugian senilai ± Rp. 27.000.000.000. (Perhitungan ini tidak dapat dijadikan patokan menghitung areal lain yang terbakar karena tergantung kondisi fisik tanah dan vegetasi diatasnya) Kerugian tersebut adalah kerugian yang dapat dihitung dengan menggunakan parameter terukur, belum termasuk didalamnya kerugian yang tidak dapat dihitung misalnya dampak kesehatan, terhentinya aktifitas ekonomi, transportasi baik itu darat, udara dan laut, batalnya kontrak bisnis dan lain sebagainya yang kerugiannya bisa melebihi kerugian yang dapat dihitung.
Pemanfaatan limbah cair dalam perspektip Hukum Lingkungan
Permasalahan kabut asap tidak akan pernah selesai jika kita berkutat pada permasalahan yang ada di Hilir dan mengabaikan permasalahan pada Hulunya. Penegakan Hukum bukanlah pilihan untuk menyelesaikan pokok masalah karena unsur yang harus dibuktikan pada pasal yang akan digunakan untuk menjerat Pelaku Usaha tidak dapat dipenuhi mengingat dalam setiap kasus kebakaran yang terjadi diareal konsesi cenderung menempatkan Pelaku Usaha sebagai korban ketimbang sebagai pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban. Ini yang menjadi alasan mengapa hampir disetiap wilayah yang rawan kebakaran pelaku usaha yang telah ditetapkan sebagai Tersangka namun berakhir dengan SP3.
Pelaku usaha disebut sebagai korban karena pada umumnya areal yang terbakar adalah areal yang telah tertanam, mungkinkah Pelaku usaha membakar tanamannya sendiri ? dan di era saat ini, hampir seluruh areal konsesi perusahaan terutama yang bergerak dibidang budi daya perkebunan Kelapa Sawit sudah tertanam, jikalaupun ada yang belum tertanam luasnya tidaklah banyak dan harus berpikir ribuan kali jika proses pembukaan lahannya dilakukan dengan cara membakar.
Untuk itu hal yang harus dilakukan adalah membuat Regulasi Daerah yang menekankan Upaya Pencegahan Maksimal yang wajib dilakukan oleh Pelaku Usaha yang beroperasi di Kalbar dan jika kewajiban itu tidak dilaksanakan maka akan menjadi jembatan dalam efektifitas penegakan Hukum terutama Pada Pasal 99 Undang Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca juga
Penghentian sementara pada kegiatan Pertambanagan
Mengandalkan pemerintah dalam upaya penanggulangan kebakaran bukanlah tindakan yang efektif, seberapun anggaran yang dikucurkan. Kemampuan Pemerintah dalam menempatkan Lembaga/Badan/Unit yang menangani kebakaran hanya sampai di tingkat Kabupaten, sementara kebakaran terjadi jauh dipelosok hutan.Bagaimana dengan mobilisasi alatnya ?, personilnya ? dengan kondisi geografis Kalimantan Barat yang akses jalan masih sulit, yang harus melewati sungai dan lain sebagainya. Sekalipun Tim tersebut dapat menjangkau lokasi, kebakaran sudah tidak dapat dikendalikan lagi kecuali mengharapkan hujan turun. Inilah gambaran mengapa kebakaran akan terjadi terus setiap tahun dan tidak pernah ada penyelesainnya.
Hal yang paling efektif adalah memberdayakan/mengikusertakan dan/atau “memaksa” pelaku usaha yang berbasis pemanfaatan hutan dan lahan untuk terlibat aktif adalam upaya pencegahan ini. Hal itu tidaklah melanggar aturan karena pada proses pengajuan ijin pelaku usaha dibebani tanggungjwab terkait dengan kewajibannya menjaga kelestarian lingkungan yang hanya bukan pada eral konsesi tetapi meluas hingga kewilayah yang terkena dampak.
Merekalah yang paling dekat dengan titik api, paling dekat dengan masyarakat dan paling lengkap memiliki sumberdaya dalam menangani kebakaran lahan berdasarkan komitmennya yang tertuang dalam Dokumen AMDAL. Namun pengawasan yang lemah dan ketiadaan regulasi dalam upaya memaksimalkan peranan mereka membuat pelaku suaha cenderung pasif. Bergerak jika kebakaran sudah terjadi diarealnya dan ketika kebakaran terjadi, diproses oleh penyidik dan berakhir dengan SP3 karena unsur pembuktian pasalnya tidak terpenuhi, alasannya klasik, Mereka adalah Korban.
Untuk itu mari kita balik pola piker kita, maksimalkan tugas, fungsi dan peranan Pelaku Usaha yang memang sudah menjadi kewajibannya.Tugas, Fungsi dan Peranan mereka sudah mulai kita kawal dalam proses penyusunan dokumen AMDAL dan diperkuat dalam Regulasi Daerah. Untuk itu dalam penyusunan Regulasi Daerah poin poin penting yang dapat dimasukan adalah diantaranya :
Pada BAB PENCEGAHAN Cantumkan kewajiban apa saja yang harus dilakukan oleh Petani dan pelaku usaha, Khusus Pelaku usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan di klasifikasikan menurut kegiatannya meliputi kegiatan Pertanian, Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan, Kewajiban tersebut dapat digambarkan dalam bentuk rumusan sebagai berikut :
BAB …..
PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Bagian Kedua
Pencegahan kebakaran pada lahan pertanian
Pasal ..
(1) Setiap orang yang membuka lahan dengan cara membakar maksimal 2 (dua) hektar wajib melapor kepada Kepala Desa setempat.
(2) Pembukaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) Kepala Keluarga maksimal 1 (satu ) kali dalam setahun
(3) Mekanisme dan tata cara pembukaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(4) …………………..
Bagian Ketiga
Pencegahan kebakaran pada lahan perkebunan
Pasal --
(1) Dalam upaya pencegahan kebakaran lahan, setiap orang wajib :
a. membangun system deteksi dini terhadap potensi kebakaran lahan;
b. membangun embung air sebagai sumber air dalam upaya pemadaman kebakaran lahan
c. memiliki 1 Regu Pemadam kebakaran beserta kelengkapannya untuk luas areal sampai dengan 1.000 Ha dan berlaku kelipatannya;
d. membentuk tim pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;
e. menyusun Standar Operation System pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;
f. memfasilitasi masyarakat disekitar areal konsesi dalam mebuka lahan dengan cara membakar maksimal 2 (dua) hektar; dan
g. menyiapkan dana yang memadai dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan
(2) Deteksi dini terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. perencanaan Pengendalian kebakaran hutan dan lahan;
b. membuat Peta rawan kebakaran dengan skala minimal 1 : 100.000; dan atau
c. melakukan Pemantauan dan verifikasi lapangan terhadap potensi kebakaran lahan minimal 4 bulan sekali
(3) Kelengkapan pemadam kebakaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran Regulasi ini ini
(4) Tim Pemadan Kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah personil yang direkrut khusus menangani penaggulangan kebakaran dan bekerja minimal 6 (enam) bulan dalam setahun.
(5) Dalam melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, Tim Pemadam Kebakaran melakukan latihan penanggulangan kebakaran sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun berkoordinasi dengan instansi yang menangani penanggulangan bencana dan atau Manggala Agni setempat;
(6) Tugas pokok dan fungsi Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. melakukan sosialisasi dan/atau penyuluhan pencegahan kebakaran lahan disetiap desa yang berada di areal sekitar konsesi minimal 2 (dua) kali dalam setahun;
b. pemasangan Baliho/Poster/Papan Peringatan di tempat umum pada setiap desa yang berada disekitar areal konsesi;
c. melakukan pendampingan kepada Masyarakat Peduli Api pada setiap desa yang berada disekitar areal konsesi;
d. mendorong, mendampingi dan memfasilitasi terbitnya Peraturan Desa tentang Pencegahan dan Penanggulanagan Kebakaran Lahan pada setiap desa yang berada disekitar areal konsesi; dan
e. pembuatan, penyajian dan penyebarluasan informasi pencegahan dan penanggulanagan kebakaran lahan.
(7) pelaksanaan atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipenuhi secara bertahap paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Regulasi ini ini
Bagian Keempat
Pencegahan kebakaran pada kegiatan IUPK, IPHHBK dan IPHHK
Bagian Kelima
Pencegahan kebakaran pada kegiatan Pertambangan
Selanjutnya agar apa yang menjadi kewajiban baik perseorangan maupun pelaku usaha dalam pemanfaatan lahan dapat kita monitor maka kewajiban tersebut haruslah dilaporkan dengan memanambahkan satu bagian yakni pelaporan dengan gambaran redaksinya sebagai berikut
Bagian ……………
Pelaporan
Pasal --
(1) Setiap orang wajib menyampaikan laporan upaya pencegahan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan 2 (dua) kali dalam setahun.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh kewajiban yang harus dipenuhi sesuai ketentuan yang diatur dalam Regulasi ini ini
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/ Walikota dengan tembusan disampaikan kepada :
a. Manggala Agni setempat;
b. Kesatuan Pemangkuan Hutan setempat; dan
c. …….
(4) Ketidakpatuhan terhadap penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dianggap tidak melaksanakan kewajiban yang diatur dalam Regulasi ini
Selanjutnya dalam Upaya penanggulangan kebakaran, mengingat sumber daya pemerintah hanya sampai ditingkat Kabupaten sementara kebakaran terjadi jauh dipelosok yang sulit dijangkau dan institusi/lembaga/korporasi yang terdekat dengan sumber api dan memiliki sumber daya adalah pelaku usaha maka masukan klausul kewajiban mereka untuk ikut berpartisipasi dalam memadamkan api bersama dengan sumber daya yang dimiliki oleh Pemerintah.
Adapun gambaran redaksinya adalah sebagai berikut :
BAB …..
PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Pasal ………
(1) Gubernur, Bupati, Walikota, dan Manggala Agni dan/atau Kesatuan Pemangkuan hutan berhak mengkoordinir, menggerakan regu pemadam kebakaran yang dimiliki oleh Pelaku usaha dalam upaya memadamkan api sesuai dengan areal kerjanya masing-masing.
(2) Pelaku Usaha yang memiliki regu pemadam kebakaran diminta atau tidak diminta wajib memberikan bantuan dalam upaya pemadaman kebakaran yang terjadi disekitar areal konsesinya.
Selanjutnya pada BAB SANKSI cantumkan apabila kewajiban yang telah diuraikan tidak dilaksanakan maka akan diberikan sanksi mulai dari Sanksi Administrasi. Mengingat Regulasi Daerah utamanya Peraturan Daerah hanya dapat menjerat pelaku maksimal hanya 6 bulan kurungan dan denda maksimal 50 juta maka tambahkan klausul kalimay yang menyatakan bahwa : Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal …… (yang berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha) yang menyebabkan terlampauinya Baku Mutu Udara dan/atau Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup adalah kelalaian yang dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kluasul ini yang akan menjadi jembatan penyidik dalam pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 99 UU 32 Tahun 2009, menyatakan :
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya Baku Mutu Udara ambeien, Baku Mutu Air, Baku Mutu Air Laut atau Kriteria Baku KerusakanLingkungan Hidup dipidana dengan penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit 1 Miliar dan paling banyak 3 Miliar.
Dalam menangani perkara kebakaran, Penyidik tidak pernah dapat membuktikan unsur “lalainya”, lalai yang ingin dibuktikan dan yang diminta oleh JPU adalah pembuktian materil, siapa pelaku yang lalai sehingga kebakaran terjadi, entah karena karena tidak sengaja membuang puntung rokok, lupa mematikan api pada saat memasak dilahan/hutan dan lainnya.
Dengan mencantumkan ketidakpatuhan pelaku usaha sebagai perbuatan LALAI dalam melakukan kewajibannya yang diatur dalam regulasi daerah dalam upaya pencegahan kebakaran, maka akan dapat dijadikan sebagai bukti formil yang membuktikan bahwa kewajiban kewajiban tersebut tidak dilaksanakan oleh Pelaku Usaha.
Dengan adanya regulasi yang memuat pasal tersebut maka unsur lalai dapat dibuktikan, dan ini menjadi pintu masuk untuk segala sanksi mulai tertulis, paksaan pemerintah gugatan perdata hingga pidana.
Selanjutnya sebagai tindak lanjut dalam memenuhi sarana prasarana pencegahan dan pengendalian Karhutla agar memasukan peralatan yang harus dipenuhi pada bagian lampiran Regulasi tersebut. Sarana prasaran dapat mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 5 Tahun 2018.
Komentar